Argopuro, Pernah Sampai Puncak Tertinggi Dataran Tinggi Yang (Part 1) : Puncak Rengganis

Mulai bosan di dengan aktifitas di bawah, lebih tepatnya nungguin Pos Jaga Pendakian. Menunggu pendaki datang, melayani mereka untuk mencapai puncak tertinggi Argopuro, atau sekedar ingin menikmati kemisteriusan Taman Hidup. Terkadang masih harus berdebat tentang tarif yang mahal, apalagi dengan WNA, padahal kami hanya menjalankan peraturan yang ada, bukan pembuat kebijakan. Terkadang harus kejar-kejaran atau menjegal mereka ketika keluar hutan. Wisatawan yang membandel memang selalu ada, apalagi wisata gunung, tapi giliran mereka sakit, kecelakaan, nyasar atau musibah lainnya baru mereka sedikit sadar, bukan sadar ya. Berdebat sudah biasa, apalagi dengan anak lokal, kecuali penduduk desa penyangga.

Kenapa pembukaan ceritanya panjang sekali? mungkin karena sekalian nostalgia kali ya. Disini di tempat baru belum mulai aktivitas pelayanan, bersentuhan dengan pendaki juga belum. Semoga disini lebih baik lah ya, soalnya disini jauh lebih murah.

Pos Jaga dan Loket Pendakian, Hanya yang niat tertib aja mau susah susah ke sini

Rencana perjalanan menggapai puncak tertinggi Dataran Tinggi Yang dibuat mendadak, dengan perlengkapan yang sudah disiapkan sebelumnya kami berangkat. Bertiga dengan Adik dan Tetangga di kampung. Semua dimulai dari basecamp, sekitar jam 6 pagi start. Perjalanan masih segar dengan stamina masih baru, dan masih sangat bersemangat. Rencana target puncak dapat di capai dalam waktu sehari, estimasi sampai di sabana lonceng sekitar jam 5-6 sore, dengan rincian basecamp taman hidup 4 jam dan taman hidup puncak 4-5 jam. Namun, semua nantinya disesuaikan dengan kondisi fisik. Kenyataannya, jam 11 baru start dari taman hidup. Dengan tenaga yang sudah terkuras saat menuju taman hidup dengan track yang tanpa ampun, kemungkinan target puncak atau sabana lonceng tidak akan tercapai. Benar saja, perjalanan lanjutan dari taman hidup sudah kelelahan semua. Karena penyesuaian tersebut maka target di turunkan, kami akan camp di Cemara Lima. Titik ini merupakan titik tengah antara Taman Hidup dan Puncak.

Taman Hidup lewatin aja

Dengan nafas yang sudah tersengal-sengal, nafas yang sudah tak beraturan, serta tenaga yang sudah terkuras saat melewati hutan lumut yang tak berujung, dan jalan melingkar tak berujung mengelilingi gunung Taman Kering. Akhirnya kami sampai di Cemara lima, sekitar jam 3 lebih. Kami memutuskan mendirikan Camp disana. Ketinggian 2500-an mdpl, di punggungan bukit antara gunung taman kering dan Puncak, lokasi ini cukup enak untuk beristirahat, meski anginnya cukup kencang. Sayang, air disana tidak ada, harus membawa dari taman hidup, jadi lokasi ini hanya untuk camp alternatif. Sembari beristirahat, menyiapkan strategi untuk perjalanan ke puncak.

Perjalanan ke puncak, dimulai saat matahari masih belum terbit. Kami memutuskan untuk berangkat sangat pagi dan sholat subuh dalam perjalanan. dengan berbekal senter di tangan, kami berangkat. Jalur pendakian cukup tertutup, tapi masih tampak jalurnya, mungkin karena pendakian beberapa hari sebelumnya tidak ramai. kami berjalan menyusuri jalur yang ada dan sholat di sekitar sungai kering. setelah selesai sholat kami melanjutkan perjalanan, jalur menanjak tanpa ampun mulai dari titik ini. Jalur yang rimbun oleh semak dan rumput, dan terkadang membentuk lorong seperti gua. Beberapa menit berjalan kami dikejutkan dengan suara seperti kucing, tapi lebih berat, takut tapi harus tetap jalan, semoga bukan Macan Kumbang (https://bit.ly/2IAOQ24). Ini yang membuat kami mewanti-wanti untuk tidak melakukan tracking saat sudah gelap.

Perjalanan menanjak hampir tak terasa karena masih gelap, tapi fajar sudah mulai menyingsing, dan mulai menampakkan salah satu keindahannya. Semeru di ujung barat terlihat disinari mentari hingga menampakkan kegagahannya. dan Taman Hidup juga nampak dari kejauhan dari titik ini. berhenti sejenak, sambil mengisi tenaga. sembari menikmati keindahan sunrise dari balik gunung Argopuro. Setelah puas menikmati keindahan yang tersaji, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak, tidak bukan puncak, tapi sabana lonceng. Jalan masih terjal, tapi sudah mulai terang dan sampai di titik yang melingkari punggungan dan sampai di pertigaan antara jalur langsung ke puncak dan menuju Lonceng.

Saat di pertigaan ini terdapat percabangan, dimana ke arah kiri menuju ke puncak arca dan puncak argopuro, sedangkan ke arah kanan menuju sabana lonceng. Kami mengambil ke arah kiri karena tujuan kami adalah sabana Lonceng. perjalanan dilanjutkan menyusuri bibir kawah lama yang sudah tidak aktif. Semacam cawan yang tidak terisi air. Setelah beberapa saat berjalan akhirnya kami sampai di Sabana Lonceng. Savana luas diantara dua puncak ternama Dataran Tinggi Yang, Rengganis dan Argopuro. Saat kami tiba savanna masih belum tersinari karena terhalang rengganis. Berjalan beberapa langkah menyusuri jalan setapak, kaki terasa tertusuk, dingin. Ternyata embun beku, meski tinggal sedikit, wah, ini pengalaman pertama bertemu embun beku. Memang ada waktu-waktu tertentu beberapa titik di Argopuro melewati titik beku.

Berjalan perlahan menuju ujung persimpangan sabana lonceng, dimana biasanya pendaki camp. Disini adalah persimpangan dan titik temu antara pendaki yang naik dari Baderan atau naik dari Bermi. Jika dari Bermi Argopuro ke arah kiri dan Rengganis ke kanan. Karena tujuan kami ke Rengganis dulu maka kami ke arah kanan. Perjalanan ke Rengganis tidak terlalu susah, dan tanjakannya juga tidak terlalu tajam. Jalurnya sangat jelas. Beberapa saat berjalan, kami sampai di areal yang cukup datar, terdapat tumbuhan Edelweis dan Centigi sudah mulai nampak. Beberapa titik dijumpai tumpukan batu yang membentuk tembok pagar, seakan menunjukkan sebuah gerbang menuju areal taman atau suatu bangunan.

Semakin dekat ke arah puncak Rengganis, terlihat kawah belerang yang sudah tidak aktif, namun bau belerang masih sangat kuat tercium. Kami memutuskan untuk melihat ke dasar kawah, karena di dasar kawah nampak sisa bangunan kuno yang diperkirakan merupakan kompleks suatu keraton atau tempat pemujaan dimana Dewi Rengganis dulu tinggal. Setelah berjalan turun dan sampai di bawah kami berkeliling mengamati bangunan kuno tersebut. tampak pagar batas luar dan ruang-ruang dengan sisa struktur bangunan yang mulai hancur. terdapat susunan batu menyerupai makam, tapi sepertinya bukan makam, hanya susunan batu atau petilasan saja. Perlu penelitian lebih detail untuk menjelaskan apa sebenarnya struktur bangunan ini

Puas menjelajah daerah bawah kami memutuskan naik ke puncak Rengganis. Puncak Rengganis terletak di atas kawah tersebut. Menuju puncak juga terdapat struktur seperti tangga dari batu yang sengaja disusun. Setelah sampai di areal puncak ternyata disana juga masih terdapat struktur bangunan menyerupai sekat-sekat bangunan dengan ruang-ruang tertentu. susunan batunya mirip dengan yang di dasar kawah. Terdapat dinding luar dan ruang ruang dengan ruang utama berupa petilasan yang menjadi titik tertinggi puncak Rengganis. Puncak ini masih sering digunakan oleh penduduk baderan untuk melakukan ritual tetentu “Nyadran” semacam ngalap berkah untuk tumbuhan tembakau mereka. ini terlihat dari bekas bekas sesaji yang masih ada di sekitar titik puncak Rengganis.

Setelah puas berkeliling di rengganis perjalanan dilanjutkan ke titik tertinggi Dataran Tinggi Yang, Argopuro. Nanti lanjut di part 2 ya.

Jangan lupa selalu bubuhkan sumber jika menggunakan foto di postingan ini, semua foto adalah dokumen pribadi. Terima kasih

Published by hyangplateau

Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Tambora (Sekarang) Tenaga Kerja Bakti Rimbawan KPHK Dataran Tinggi Yang, BBKSDA Jawa Timur ( Dulu dan nanti balik lagi hahahaha)

Leave a comment