Argopuro, Pernah Sampai Puncak Tertinggi Dataran Tinggi Yang (Part 3): Danau Taman Hidup dengan Embun Bekunya (Frost)

Sore yang cukup melelahkan, setelah menggapai puncak dan langsung turun menuju Danau Taman Hidup, akhirnya kami sampai di Danau Taman Hidup. Sembari menghilangkan lelah, kami mendirikan tenda, kami mendirikan tenda di dekat danau, saat kemarau bibir danau akan mengering sehingga dapat didirikan tenda, selain itu dengan pertimbangan dekat dengan sumber air untuk minum atau masak. Tenda dibawah langit terbuka berharap dapat melihat langit malam yang cerah karena tidak ada tajuk penghalang. Kegiatan selanjutnya, ishoma. Menikmati sore di Danau Taman Hidup

Sore berganti malam, matahari sudah kembali ke peraduan. Malam di tepian danau taman hidup, di dalam tenda tidur. Dingin, sebenarnya faktor lain yang membuat tidak beranjak karena mistis. Tidur nyenyak karena kelelahan, meski pegal-pegal tetap berusaha memejamkan mata, dan akhirnya terlelap. Dingin, menusuk tulang, ingin buang air karena kedinginan. Bangun keluar tenda untuk buang air, kaget karena dingin menusuk tulang, saat lampu senter menyorot rumput ada yang tidak biasa, semacam pantulan kristal kecil dari permukaan rumput. Ternyata kristal tersebut itu adalah embun yang membeku (Frost). Mungkin suhu saat itu sudah dibawah 0 derajat. Karena masih malam, akhirnya balik tenda dan tidur.

Pagi menjelang, kami bangun untuk menunaikan sholat, dengan kaki yang masih kedinginan ditambah air yang sangat dingin. Air di botol yang diambil ternyata sangat dingin, bahkan sisa air di nesting juga membeku, ternyata suhu sudah dibawah titik nol malam itu. Menunggu matahari berajak kami keluar karena sudah luayan terang. Rumput di sekitar danau memutih, dan hari itu memang terjadi embun beku (Frost). Tempat yang umum memang di Sabana Lonceng atau Rawa Embik, tapi hari itu kami merasakan embun beku di Danau Taman Hidup.

Bermain dengan dinginnya Taman Hidup, mengumpulkan bongkahan air yang membeku di piring, atau es serut di tenda. Sepertinya pake sirup enak, es serut danau taman hidup. Matahari mulai menyingsing, dan kami masih sibuk menikmati fenomena yang tidak biasa ini. Saat matahari mulai menampakkan wujudnya, es di daun dan rumput masih terlihat dan berkilau. Menampakkan keindahan dari danau taman hidup yang menjadi salah satu ikon jalur pendakian gunung Argopuro.

Baterai kamera sudah mulai habis, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin merekam semua keindahan di danau taman hidup. Sembari menyiapkan makan, kami mengumpulkan sampah yang ada di sekitar danau, dibakar sekalian buat menghangatkan badan. Mulai membuat makan, kopi, dan minuman hangat. Sambil menikmati matahari pagi kami berkeliling, meski hanya di sekitar dermaga. Packing dimulai dari membersihkan tenda, semua barang dirapikan dan terakhir tenda, menunggu tenda kering karena masih basah karena embun es.

Setelah semua siap, tenda kering, dan kami packing. Sudah cukup lama di Taman Hidup. Kami bertemu rombongan pendaki lain yang menginap di Taman Hidup juga. Lelah dan tidak sabar untuk segera turun. Padahal perjalanan masih jauh. Meski sudah tinggal jalan menurun, tetapi dengkul sudah soak sepertinya, menahan beban saat turun di turunan sama menyiksanya dengan naik tanjakan. Perjalanan turun lebih singkat, 2-3 jam sudah sampai di Basecamp. Setelah di basecamp, ambil motor dan beristirahat di Pos Jaga. Perjalanan yang melelahkan, tapi memang perlu dipaksa, agar tujuan dapat tercapai. Catatan perjalanan ini bisa jadi saksi perjalanan pengabdian di kehutanan, sebelum melangkah ke gunung yang lainnya, Kaldera Terbesar, Gunung Tambora.

Baca juga part sebelumnya part 1 https://bit.ly/31HrtLY dan part 2 https://bit.ly/2FBQnmE

Catatan Perjalanan ini untuk pendakian pada tanggal 23-25 Juli 2018, Selama menjadi Bakti Rimbawan BBKSDA Jawa Timur

Published by hyangplateau

Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Tambora (Sekarang) Tenaga Kerja Bakti Rimbawan KPHK Dataran Tinggi Yang, BBKSDA Jawa Timur ( Dulu dan nanti balik lagi hahahaha)

Leave a comment