Motoran ke Gunung, Bisa kah? di Gunung Tambora Bisa (Jalur Dorocanga)

IMG_6223
Gerbang Masuk Dorocangan

Beberapa orang mungkin heran dengan judul artikel tersebut. mungkin beberapa ada yang berpikir, apa iya bisa naik motor saat mendaki gunung. Jawabannya, bisa, di Gunung Tambora, ada jalur pendakian yang bisa di tempuh menggunakan kendaraan bermotor.

Gunung Tambora yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Tambora menawarkan cara yang berbeda untuk mencapai puncak gunung. Beberapa jalur pendakian di gunung Tambora dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan bermotor, salah satunya adalah jalur Dorocanga. Jalur ini mungkin tidak setenar jalur Pancasila, jalur umum yang biasa digunakan pendaki untuk mendaki Tambora, namun jalur ini menawarkan hal baru dalam pendakian gunung.

Jika di Jawa atau daerah lain tidak umum dengan kendaraan bermotor, atau bukan hal yang lumrah, tidak dengan jalur pendakian ini. Pendaki menggunakan motor bukan merupakan hal yang aneh, bahkan menjadi keharusan. jalur ini memang seakan di desain menjadi jalur motor, dengan karakter jalur yang bisa dilewati kendaraan bermotor dan ketiadaan sumber air sehingga menggunakan merupakan pilihan bijak dan efisien untuk mencapai puncak Dorocanga.

IMG_5901.JPG
Savana dan Gembala di Sekitar Pos 1 Jalur Dorocanga

Dari Pos 1 ke Pos 3 jalur  Dorocanga dapat ditempuh selama  kurang lebih 5-6 jam. Sepanjang Jalur Pendakian pendaki dapat menikmati keindahan savanna dan beberpa gembala ternak warga. Selain itu pendaki juga disajikan keindahan Cinder cone atau Kerucut Scoria. Cinder cone merupakan bukit berbentuk kerucut yang curam terbentuk di atas ventilasi magma. Cinder cone biasanya terbentuk oleh letusan sejenis Strombolian. Selain itu juga terlihat batu vulkanis yang berserakan sisa erupsi Tambora. Pos 3 merupakan pos terakhir sebelum menuju puncak. Selain itu, pos ini merupakan titik terakhir kendaraan bermotor, jadi saat ke puncak harus tracking selama kurang lebih 2-3 jam, tidak ada bonus dalam hal ini, jadi siapkan tenaga anda. Jalur ini cocok bagi teman-teman pendaki dengan waktu yang terbatas tapi ingin menikmati keindahan Tambora dengan kaldera raksasanya..

Sebelum melakukan pendakian jalur dorocangan semua pendaki harus melakukan registrasi dan membayar PNBP (Karcis) di Kantor Resort Dorocangan, Balai Taman Nasional Tambora. Kantornya berada di sisi kiri jalan jalur selatan lingkar tambora atau jalan raya Dompu-Calabai. Kantor Resort bersebelahan langsung dengan Gerbang pendakian Gunung Tambora.

Samsul Maarif

Catatan: Tidak rekomendasi motor bebek, apalagi Vespa ∧∨∧

 

 

Zebra finch (Taenopygia guttata), Sering Terlewatkan di Tambora

img_6073.jpg

Zebra finch atau pipit zebra merupakan burung yang umum di jumpai di Taman Nasional Tambora, terutama di daerah savanna atau hutan musim. burung dengan nama ilmiah Taenopygia guttata ini hidup bergerombol dalam jumlah yang cukup banyak. Sering terlihat terbang dan bertengger bersama di ranting kering dan memakan biji-bijian di savanna.

IMG_6070

Burung kecil ini mungkin sering terlewatkan saat melakukan perjalanan ke Tambora, padahal jika diperhatikan dengan seksama, burung ini terlihat sangat cantik, dengan kesan menggemaskan dan lucu. bagian paruh yang berwarna orange menyala seakan sedang berlipstik dan pipi yang berwarna juga mengesankan sedang menggunakan make-up.

Secara global, burung ini tersebar dari kepulauan Nusa Tenggara hingga benua Australia. Mungkin dengan persebaran yang luas ini membuat burung ini masih tetap bertahan dan terus ada. Burung ini mudah beradaptasi dengan keberadaan manusia, sehingga masih sering dijumpai di areal yang sering terdapat manusia. Jika sedang berkunjung ke Kepulauan Sunda Kecil terutama ke Tambora, jangan lupa mengabadikan burung ini di lensa mu, si kecil mungil yang cantik dan lucu.

Samsul Maarif (Tambora National Park, Avatar); West Nusa Tenggara

Gunung Tambora, dengan Letusan Hebatnya

IMG_6514

Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi kedua di Nusa Tenggara Barat. Gunung ini mungkin tidak setenar gunung Rinjani di Lombok, yang sudah menjadi ikon pariwisata NTB. Namun, Gunung yang terletak di semenanjung Sanggar pulau Sumbawa ini pernah menghebohkan dunia, bahkan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dunia. Letusan maha dahsyat itu mengagetkan seantero dunia pada tahun-tahun berikutnya.

Tambora meletus pada bulan april 1815. Tahun tersebut merupakan tahun dimana  kolonial belanda masih berada di indonesia. Tidak ada tanda-tanda bahaya dari gunung tambora tua. Mungkin karena ilmu pengetahuan tentang kegunung apian masih sedikit  dan pembangunan masih fokus di jawa dan sekitarnya, jadi tidak ada yang menyangka gunung ini akan melenyapkan tiga kerajaan sekaligus yang hidup tentram di sekitarnya.

IMG_6489

Awal april, belum ada tanda-tanda bahaya gunung ini akan meledak. Tanggal 5 april letusan awal dimulai. berikutnya, tanggal 10-11 april Tambora benar-benar meletus. bahkan letusannya dapat terdengar hingga radius 2.600 kilometer dan terdengar di 1700 lokasi. ledakan dalam dua hari ini melepaskan material padat setara dengan 50 km kubik, membayangkan material sebanyak itu keluar dan terlontar, tidak dapat membanyangkan apa yang ada di benak orang-orang pada saat itu. Abu dan batuan vulkanik terlontar ke udara meliputi wilayah yang luas, bahkan sampai Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. Setelah tanggal 11 April letusan mulai mereda dan berakhir pada tanggal 17 April 1815.

Letusan tambora melenyapkan 3 kerajaan di semenanjung Sanggar, yaitu Pekat, Tambora, dan Sanggar. Akibat letusan tersebut 90.000-117.000 orang tewas di daratan utama, belum lagi yang terdampah dari efek letusan pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan letusan ini mempengaruhi cuaca global, dimana pada tahun berikutnya yaitu 1816 dikenal di Eropa dan Amerika Utara sebagai tahun tanpa musim panas. Temperatur turun signifikan pada tahun tersebut, dan disebut sebagai tahun terdingin dalam 250 tahun terakhir. Tidak adanya musim panas pada tahun tersebut menyebabkan gagal panen dan kelaparan terjadi dimana-mana. inilah yang menyebabkan dampak tambahan dari letusan Tambora.

Tubuh Tambora terpangkas setelah letusan tersebut, dari 4.200 mdp menjadi 2.851 mdpl. Dari letusan tersebut juga tercipta kaldera berbentuk cawan raksasa dengan diameter 7 kilometer dan kedalaman 1100-1200 meter. Letusan tersebut menyisakan bentukan alam yang memukau, dengan banyaknya batu hasil letusan yang masih berserakan di sekitarnya. Gunung ini sekarang menjadi salah satu tempat untuk belajar mengenai kekuatan alam, dampak letusan, dan sejarah yang terkubur di sekitarnya.

Burung Gosong Kaki Merah (Megapodius reinwardt reinwardt) di Taman Nasional Tambora

Mégapode de Reinwardt Megapodius reinwardt Orange-footed Scrubfowl

Burung Gosong Kaki Merah (Megapodius reinwardt reinwardt) merupakan salah satu jenis burung teresterial yang dapat dijumpai di Taman Nasional Tambora (TNT). Burung ini merupakan burung yang yang tidak mengerami telurnya, tapi memanfaatkan panas dari tanah yang ada di lingkungannya sebagai inkubator. Burung Gosong (Megapodiidae) adalah satu-satunya suku burung yang menggunakan panas dari lingkungan untuk mengerami telur-telurnya dengan cara menguburnya dalam substrat yang dipanaskan oleh bantuan radiasi sinar matahari, aktivitas panas bumi (geothermal) atau dekomposisi mikroorganisme (Frith 1956; Jones & Birks 1992).

TN Tambora merupakan salah satu daerah persebaran burung gosong kaki merah di Pulau Sumbawa. Dengan lingkungan yang mendukung untuk perkembangbiakan burung gosong, TN Tambora dapat menjadi habitat yang ideal untuk pelestarian jenis ini. Kawasan yang cenderung kering dan daya dukung berupa tanah dan lingkungan yang ideal menjadikan kawasan ini menjadi habitat ideal jenis ini. Burung Gosong Kaki Merah dapat dijumpai di beberapa titik di TN Tambora. Diantaranya adalah di Resort Dorocanga, SPTN 1 Pekat/Kempo dan Resort Kawinda Toi, SPTN 1 Kore. Keberadaan jenis ini ditemukan dengan perjumpaan langsung dan keberadaan sarangnya.

Keberadaan jenis ini dapat menjadi indikator bahwa kawasan hutan di lokasi tersebut masih baik, terbukti dengan dapat mendukung kehidupan jenis tersebut. selain itu, keberadaan jenis ini dapat menjadi daya tarik khusus sebagai spot penelitian tentang burung gosong kaki merah, karena selama ini masih sedikit literatur tentang jenis ini. terutama perilaku, dan karakter habitat jenis burung ini.

Salam dari Caldera

Taman Nasional Tambora (Tambora National Park)

IMG_5891Taman Nasional Tambora (TNT) merupakan salah satu Taman Nasional di indonesia. Taman Nasional ini terletak di Pulau Sumbawa, dan merupakan yang kedua di NTB selain Rinjani. Mewakili ekosisitem pegunungan dan savanna di pulau sumbawa, TNT merupakan rumah dari berbagai tipe ekosistem dan bentang Alam dan berbagai jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang hidup di dalamnya. Menjadi salah satu benteng terakhir pelestarian alam serta tumpuan penyangga kehidupan masyarakat di semenanjung sanggar (Sanggar Peninsula).

Tambora yang diambil dari Nama Gunung yang berdiri kokoh di semenanjung Sanggar. Gunung Tambora merupakan gunung yang tercatat sebagai gunung yang meletus dengan catatan terdahsyat di dalam sejarah modern. Gunung ini meletus pada bulan April 1815. berdasarkan catatan sejarah, letusannya menyebabkan perubahan iklim di berbagai belahan dunia, dimana pada tahun berikutnya (1816) setelah tambora meletus dikenal sebagai tahun tanpa musim panas.

TNT diresmikan pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Memiliki luas kawasan 71.645 hektar yang secara administratif terletak di dua kabupaten yaitu Bima dan Dompu. Dalam pengelolaanya terbagi dalam 2 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yaitu SPTN 1 Kore di Kabupaten Bima dengan 2 Resort (Piong dan Kawinda Toi)  dan SPTN 2 Pekat/Kempo di Kabupaten Dompu dengan 3 Resort (Pancasila, Doropeti dan Dorocanga). Sedangkan Kantor Balai TNT terletak di Kota Dompu, Jalan Syech Muhammad No 5.

Obyek wisata utama di TN ini adalah Pendakian Gunung. Jalur resmi pendakian ada 4 jalur, yaitu. Pancasila (jalur populer), Dorocanga, Piong, dan Kawinda Toi. Selain jalur pendakian terdapat Air Terjun yang terdapat di resort Kawinda Toi yaitu air terjun Bidadari. Untuk mencapai TNT dapat dilakukan melalui Jalur darat dari Kota Dompu dengan badara terdekat yaitu bandara Sultan Mahmud Bima.

Anggrek di Jalur Bermi-Danau Taman Hidup

Jalur Pendakian Bermi hingga Danau Taman Hidup merupakan salah satu rangkaian jalur pendakian Gunung Argopuro, Puncak tertinggi di Pegunungan Hyang  (Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang). Jalur ini harus dilalui pendaki baik yang memulainya dari Baderan maupun dari Bermi. Sepanjang jalur dijumpai berbagai tipe tutupan lahan, seperti Hutan Balsa, Hutan Damar, serta Hutan Hujan Pegunungan. Dan, Hutan Hujan Pegunungan ini menjadi tutupan yang paling dominan diantara tutupan hutan lainnya.

Pada Hutan hujan pegunungan inilah salah satu habitat bagi tumbuhan anggrek. Terdapat beberapa jenis anggrek yang dapat dijumpai di jalur pendakian yang berupa hutan hujan pegunungan. Beberapa jenis anggrek di jalur pendakian telah teridentifikasi, namun sebagian yang lain belum, masih sebatas genusnya saja. Akhir April yang lalu, beberapa anggrek mulai bermekaran. Beberapa jenis diantaranya, Anggrek Calanthe flava rubra, Calanthe ceciliae, Bulbophyllum ovalifolium, Bulbophyllum backhuizenii, Appendicula pauciflora, Crysoglossum ornatum, dan Habenaria koordersi.

Anggrek-anggrek tersebut tumbuh di sisi kanan dan kiri jalur pendakian Danau Taman Hidup. Untuk anggrek tanah (teresterial) biasanya tumbuh di bawah tegakan yang ternaungi, beberapa tumbuh di daerah yang cukup terbuka. Ada juga anggrek epifit, anggrek yang tumbuh menumpang pada tumbuhan lain. Umumnya anggrek jenis ini tumbuh pada dahan yang cukup tinggi, dan terdapat lumut di dahan tersebut.

Jika pengunjung lebih memperhatikan dahan-dahan atau kiri-kanan jalur pendakian, kita dapat melihat beberapa jenis anggrek yang sedang mekar. Namun jika sudah lelah, cukup nikmati perjanan ke Danau Taman Hidup saja.

Oleh: Samsul Maarif

Bunga Gladiol di Jalur Pendakian G. Argopuro, Peninggalan Kolonial Belanda kah?

IMG_1334 Bunga Gladiol merupakan bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin “Gladius” yang berarti pedang kecil, sebagaimana bentuk daun tumbuhan tersebut. Bunga ini berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia sejak 2000 tahun. Tahun 1730 mulai memasuki daratan Eropa dan berkembang di Belanda. Tanaman gladiol yang termasuk subklas Monocotyledoneae, berakar serabut, dan tanaman ini membentuk pula akar kontraktil yang tumbuh pada saat pembentukan subang baru. Hasil penelitian tahun 1988, Indonesia mengenal 20 varietas gladiol dari Belanda. Beberapa jenis gladiol diataranya adalah Gladiolus gandavensis, Gladiolus primulinus, Gladiolus ramosus, Gladiolus nanus (wikipedia.org).

Bunga ini bisa tumbuh di ketinggian 600–1400 mdpl, dan di jalur pendakian Gunung Argopuro tumbuh pada ketinggian 2000 mdpl keatas. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah ber-pH 5,8-6,5 dalam suhu 10-25° C. Perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Tanaman ini sangat toleran pada berbagai struktur tanah, dari tanah yang ringan berpasir dengan berbahan organik rendah sampai tanah yang berat berlempung atau liat. Bunga gladiol di Sikasur dapat dijumpai di sekitar jalur pendakian, daerah terbuka dengan matahari penuh, dan semak-semak yang berada di sekitarnya. Beberapa tumbuhan dijumpai dekat mata air Sungai Kolbu. Bunga liar ini mekar saat musim hujan, sekitar bulan januari hingga April. Bunga gladiol ini terlihat mencolok diantara rerumputan hijau di sekitar Sikasur. Kemungkinan besar bunga ini ditanam sebagai tanaman hias pada zaman kolonial belanda di sekitar villa/bangunan yang berada di Sikasur, karena tumbuhan ini bukan merupakan tumbuhan asli di Indonesia. Tumbuhan ini menyebar di beberapa savanna di jalur pendakian.

IMG_1359.JPG

Adapun ciri-ciri bunga Galadiol yang dijumpai di Sikasur yaitu : Batang herbaceus, berbentuk buulat (teres), dengan permukaan rata laevis) berwarna hijau, hijau kekuningan, merah, merah ungu. Arah tumbuhnya tegak lurus (erectus), dengan pola percabangan monopodial. Daun terdiri dari pelepah daun dan helaian daun, bangun daun berbentuk garis ,ujung daun runcing (acutus), duduk daun beseling bergantian (folia disticha). Bunga merupakan bunga majemuk dengan karangan bunga bulir (spica), perhiasan bunga berupa tenda bunga (perigonium) serupa corolla terdiri dari dua lingkaran masing masing 3 tepal yang simetrisnya actinomorph, memiliki daun pelindung (bractea). Bunga yang dijumpai terdiri dari beberapa warna seperti Merah, Merah Muda, Putih, dan Kuning. Berdasarkan ciri-ciri bunga gladiol yang dijumpai di Sikasur, beberapa jenis yang mirip diantaranya yaitu Gladiolus dalenii, Gladiolus oppositiflorus, dan persilangan keduanya yaitu Gladiolus gandavensis.

IMG_1319IMG_1329IMG_1358IMG_1333IMG_1361

Bunga Gladiol ini tumbuh mencolok diantara hijaunya padang rumput di sepanjang jalur pendakian, terutama di Sikasur dan sekitarnya.

Penulis : Samsul Maarif, KPHK Dataran Tinggi Yang, BBKSDA Jawa Timur

Jangan di petik, difoto boleh, dibawa pulang jangan. Semoga tetap Lestari

Liparis, Anggrek yang Mekar di Taman Hidup

Liparis merupakan salah satu genus anggrek yang dapat dijumpai di hutan di sekitar danau taman hidup, suaka margasatwa dataran tinggi yang. Jenis anggrek dari genus ini umumnya dijumpai di dahan dahan tinggi. jika kita beruntung saat berkunjung ke danau taman hidup, kita dapat menjumpai jenis anggrek ini di sekitar lokasi mendirikan tenda. adapun jenis anggrek dari genus liparis yang dijumpai hingga saat ini ada 2 jenis, yaitu Liparis pallida dan Liparis crenulata.

IMG_0663IMG_0693

Liparis crenulata adalah jenis anggrek yang dapat di jumpai di pulau Jawa dan Sumatra. jenis anggrek ini tumbuh di hutan hujan pegunungan pada ketinggian 650-2200 mdpl. Anggrek ini memiliki ciri-ciri pseudobulbs terpisah 6-12 cm, memiliki panjang hingga 9 cm berbentuk bulat telur memanjang, masing-masing memiliki daun 2-3 helai daun. daun berbentuk linear lanceolate terletak terpisah 1-2 cm, memiliki panjang 20-33 cm dengan lebar daun 2,5-5 cm. Tepals mengarah ke bawah berwarna coklat terang, Lip membengkok hingga 180°, membentuk huruf V, berwarna merah tua kecoklatan, 2 lobus berbentuk bulat dan margin berbulu halus.

IMG_0646IMG_0645

Sedangkan Liparis pallida adalah jenis anggrek yang dapat dijumpai di seluruh jawa pada hutan yang lembab namun tidak umum, dapat dijumpai pada ketinggian 250-1700 mdpl. Namun di Danau taman hidup dijumpai di ketinggian 1960 mdpl. Anggrek ini memiliki ciri-ciri Pseudobulbs sangat berdekatan dalam satu rimpang, berbentuk lonjong, bulat telur di dasar dan agak pipih di ujungnya, memiliki panjang sampai 9 cm di situasi teduh, agak oranye saat overgrowing di bawah sinar matahari, daun bulat telur-lanset, akut, tebal dan bertekstur kasar dengan panjang 20 dan lebar 5 cm. Bunga-bunga  sebanyak 15-30 pada satu tangkai yang sedikit lebih panjang dari daunnya; Sepal dan Petal menunjuk ke bawah untuk menutupi ovarium, berwarna merah bata; Lip merah tua atau kadang coklat dan melengkung 180°, tetapi tidak berbentuk v, bilobed, lobus paralel tidak divergen.

Coelogyne miniata, Si kecil jingga

IMG_0683

Coelogyne miniata merupakan anggrek yang tumbuh di dahan-dahan tinggi pada hutan hujan tropis yang berada di sekitar Danau Taman Hidup. Anggrek ini tumbuh pada batang batang pohon yang ditumbuhi lumut. tumbuhan ini tumbuh bersamaan dengan jenis anggrek lainnya. Tumbuh dalam kelompok yang banyak sehingga saat berbunga terlihat mencolok dengan warna jingga yang bertebaran di dahan pohon.

 

DSCN4808Adapaun ciri-ciri anggrek ini yaitu pseudobulbs atau umbi semu pada anggrek ini terletak terpisah dengan panjang 8-10 cm yang merambat dan bercabang rimpang, ovoid (bulat telur) atau long-ovoid (bulat telur memanjang), tinggi 3-4 cm, Pseubulbs berwarna hijau saat tumbuh di tempat teduh. sedangkan berwarna kemerahan saat tumbuh di tempat terbuka. Anggrek ini memiliki dua helai daun, yang berkembang sebelum pseudobulbs berkembang, Bentuk daun lanset, sekitar 9 x 4 cm. Perbungaan timbul dari pertumbuhan yang belum matang, bunganya terbuka sebelum daunnya melebar; Peducle +/- 5 cm, rachis +/- 3cm dan terdiri dari 2-4 bunga, yang tidak mekar bersamaan. Bunga terang berwarna oranye-merah; sepal dan kelopak dorsal +/-1 tidak menyebar tapi bertumpu sejajar dalam satu kolom; laterals membuka ke 45 derajat, cekung dan apiculate pendek ; lidah hampir tidak bergerak, margin lateral tegak, bagian apikal mendadak membungkuk ke bawah, cekung dengan apex yang tajam (Comber, 1990)

 

Tumbuhan ini dapat dijumpai di wilayah pegunungan Jawa mulai ketinggian 1000-2400 mdpl. Anggrek ini umumnya tumbuh pada cabang-cabang pohon dengan intensitas cahaya yang tinggi atau pada dahan berlumut dan pada tebung berbatu pada ketinggian lebih tinggi (Comber, 1990).

Sumber :

Comber, J.B. 1990. Orchids of Java. Bentham-Moxon Trust. The Royal
Botanic Gardens, England

Kecil dan Terlewatkan, Myrmechis gracilis (Blume) Blume

DSCN7543Mynnechis gracilis (Bl) Bl., merupakan salah satu jenis anggrek yang ditemukan di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang. Anggrek ini merupakan anggrek terestrial atau anggrek yang tumbuh diatas permukaan tanah atau pangkal pohon yang berlumut. batang anggrek ini menanjak dan memiliki perakaran dengan panjang 10-20 cm dengan daun berada tepat di bawah peduncle. Panjang daun 0,75-3 cm dengan lebar 0,75-1,75 cm berbentuk hati berwarna hijau tua dengan tepian bergelombang halus.

myrmechis gracilis daun

Perbungaan kebanyakan berbunga 2 atau 3 dan peducles berbulu dengan panjang 3 cm. Bunga putih dengan semburat kecoklatan, sepal membentuk tabung di sebagian besar bagian tubuh mereka, apeksnya sedikit menyebar, bibir dengan dasar saccate, cakar yang agak panjang menyempit karena tepiannya rendah ke dalam, bagian apikal dangkal 2 helai, lobus Menyebar sedikit di luar sepal

myrmechis gracilis kelopak

Anggrek ini dijumpai di SM DT yang di hutan hujan dataran tinggi pada ketingian diatas 2000 mdpl. Tumbuhan ini berukuran kecil sehingga sering terlewatkan begitu saja ketika berada di hutan.  Tumbuhan ini banyak dijumpai di Jawa Barat, jarang di Jawa bagian rengah dan bagian timur, dalam hutan terutama hutan berlumut di puncak dan punggung gunung pada ketinggian 1600-3000 mdpl. Selain di jawa tumbuhan ini dapat dijumpai di Bali Sumatera, Filipina dan Jepang.

Referensi :

Steenis, C.G.G.J Van. 2006.  Pegun Floranunga Jawa. LIPI Press. Bogor.

Comber, J.B. 1990. Orchids of Java. Bentham-Moxon Trust. The Royal
Botanic Gardens, England